๐ Webnovel Anti Drama Platform ๐ Buat kamu yang bosan dengan chapter berbayar, kamu bisa temukan dan BACA novel dewasa romantis Bahasa Indonesia secara ONLINE hanya di sini. Cerita baru sudah tersedia. Chapternya lengkap, GRATIS, tanpa download aplikasi, tanpa log in, tanpa koin, tanpa langganan premium, dan update tiap hari๐ฅณ
Ch. 100 - Agony
Hujan. Di saat yang paling tidak diinginkan.
“Yah...,” Randy terdengar mengeluh saat menyaksikan tetesan air dari langit telah membuat jalanan tergenang.
“Kenapa? Kamu lupa mantel lagi?” tanya Maika yang sudah bersiap-siap untuk pulang dengan perlengkapan pengendara motor miliknya. “Kamu sudah tahu kalau di sini hanya ada dua musim. Musim kemarau dan musim hujan. Harusnya kamu sedia mantel sebelum hujan.”
“Berisik!” celetuk Randy.
Maika hanya mencibirnya.
“Kamu mau tetap pulang naik bus, Sabine?” tegur Leon saat Sabine terpaku pada derasnya hujan di luar dan langsung dibalas dengan anggukan cepat.
“Sebaiknya kamu naik mobilnya Leon,” ujar Randy padanya. “Bukannya kalian satu arah?”
Sabine langsung menggeleng. “Tidak, terima kasih. Aku... naik bus saja...,” balasnya.
Bukan karena tidak menghargai niat baik Leon. Tapi, ia hanya tidak ingin buntut yang kurang menyenangkan jika ia terlihat naik ke mobil asisten Chief HR itu. Gosip yang tidak menyenangkan yang kali ini tidak hanya tentang dirinya, tapi juga menyeret orang sebaik Leon. Sudah cukup mereka dicemooh karena berteman dengannya; dia tidak ingin mereka menerima lebih dari itu.
“Aku duluan ya,” kata Maika pamitan dan langsung pergi setelahnya.
“Maika, tunggu!” panggil Randy langsung menyusul Maika yang acuh tak acuh.
Mereka selalu bertengkar tapi tak terpisahkan. Leon hanya geleng-geleng kepala saat menyaksikan mereka berdua keluar lebih dulu bersamaan sementara Sabine hanya tersenyum.
“Kamu yakin? Hujannya deras,” ujar Leon yang mendapati reaksi sungkan Sabine yang lebih terlihat seperti sebuah trauma yang lainnya.
Sabine mengangguk-angguk.
Sedikit menarik nafas, Leon pun berhenti menawarkan tumpangan padanya. Ia tahu apa yang ada di pikiran gadis itu. Terlalu banyak rasa takut; terlalu banyak rasa trauma di sana. Tatapan dan sikapnya selalu menunjukan semua itu di mana pun ia berada. Betapa kejamnya orang-orang yang telah merenggut semua warna dari hidupnya.
“Sabine, kamu kelihatan seperti orang patah hati,” tegur Leon tiba-tiba.
“Apa itu jelas sekali?” tanya Sabine, menyeka wajahnya yang dingin.
Leon mengangguk. “Patah hati adalah jenis emosi yang paling mudah ketahuan,” jawabnya.
Benar.
“Apa itu... masih bisa disebut dengan patah hati kalau... kita... sebenarnya tidak berhak untuk patah hati?” tanya Sabine; terlihat kacau sekarang.
“Patah hati ya patah hati saja, Sabine. Tidak perlu hak untuk... merasa sedih,” jawab Leon. “Karena... kalau kita bisa memilih, kita pasti tidak ingin merasakannya.”
“Aku senang akhirnya ada seseorang yang mengatakan sesuatu yang masuk akal...,” gumamnya.
“Kamu bisa menceritakannya padaku kalau kamu ingin. Aku bisa menjaga rahasia dan menjamin kalau Maika dan Randy tidak akan tahu soal ini,” ujar Leon setengah bercanda. “Mereka bukan orang yang bisa menjaga rahasia walaupun pada dasarnya mereka baik.”
Sabine terkikih. “Tidak ada yang bisa aku ceritakan...,” katanya. “Apa yang aku punya... untuk diceritakan... kalau itu hanya....”
...kesalahan yang dia sendiri telah memulainya.
“Kamu... menjalin hubungan dengan seseorang yang sudah menikah?” tanya Leon dengan sangat hati-hati dan Sabine langsung membantahnya dengan menggeleng.
“Jadi... kamu... percaya gosip soal aku dan Roland?” celetuk Sabine agak kesal; tapi dia mengerti.
Kebanyakan orang menganggapnya hal memalukan, tapi pasti ada juga yang penasaran dengan kebenaran.
Leon tersentak; sedikit merasa bersalah karena tampaknya Sabine cukup tersinggung dengan tebakan yang terlontar begitu saja dari mulutnya. “Maaf... aku... tidak bermaksud...,” ralatnya.
Sabine tersenyum. “Aku tidak lagi menyalahkan orang-orang yang berpikir begitu. Jadi kamu tidak perlu merasa bersalah,” ujarnya –karena sekarang memang demikianlah dirinya. “Tapi, bukan itu.... hanya... seseorang... yang tidak mungkin mencintaiku....”
“Seseorang di kantor ini atau... di luar?”
“Kamu benar-benar ingin tahu sekali ya?” Sabine menatapnya sambil terkikih.
“Hanya... sedikit ingin mengkonfirmasi kalau kamu... tidak kelihatan seperti....”
“Seperti apa? Seperti penggoda suami orang?” balas Sabine cekikikan.
Leon tidak menjawab; ia hanya menatap Sabine dengan prihatin. Ia sudah memperingatkan teman-temannya untuk lebih menyaring ucapan mereka di depan Sabine, akan tetapi ia sendiri juga tak bisa menahan dirinya untuk menanyakan sesuatu yang mungkin membuat gadis itu kembali murung.
“Aku tidak pernah punya kesempatan untuk meluruskannya karena orang-orang sudah terlanjur membenciku. Aku pikir dengan membiarkannya dan aku tidak bersalah, aku bisa sedikit tenang....”
“Kenyataannya tidak?”
“Aku tidak peduli lagi dengan apa yang orang-orang katakan... tapi ada sesuatu yang seringkali... membuatku ingin mati...,” gerutu Sabine. “Bagian terburuknya adalah... itu juga tidak lebih baik....”
Leon terdiam; melihat Sabine tampak menahan tangis.
“Menurut kamu... kenapa... kita bisa jatuh cinta pada seseorang yang kita sudah tahu tidak bisa dimiliki?” tanya Sabine serius.
“Rasa penasaran, mungkin,” jawab Leon cepat.
“Penasaran akan hal apa?”
“Kepribadian atau... hal-hal yang tidak bisa dilihat sekilas dalam waktu singkat. Itu cukup menjelaskan kenapa di awal sebuah hubungan bisa terlihat menggebu-gebu dan lama kelamaan, eforianya berkurang. Ada yang bosan dan kemudian berpisah, ada yang bertahan karena alasan tertentu. Tapi, kebanyakan jika tidak cukup sabar, sebuah hubungan bisa jadi seperti neraka.”
“Bagaimana dengan cinta?”
Leon menarik nafas panjang. “Cinta saja tidak cukup, Sabine. Suatu saat kamu pasti akan mengerti....”
Leon benar. Dulu ia dengan begitu mudah mematuhi Harish walaupun ia tahu lelaki itu tidak serius dengannya. Ia tidak bisa mengendalikan perasaannya saat di depan lelaki itu. Namun belakangan ia merasa begitu muak dan bahkan membenci dirinya sendiri setiap kali Harish menyentuhnya; entah saat dia kasar atau menunjukkan sedikit perasaan. Tak ada bedanya; lelaki itu hanya datang untuk seks.
“Aku justru berharap bisa melupakannya...,” kata Sabine tersenyum getir. “Aku tidak ingin masa mudaku hanya diisi oleh kegalauan hanya karena kisah cintaku berjalan dengan sangat menyakitkan....”
Leon menarik nafas panjang. “Yah... kamu tidak sendirian, Sabine,” ujarnya lagi. “Bukan hanya kamu yang mengalami patah hati sampai menemukan orang yang tepat. Bahkan ada yang sampai berkali-kali. Tapi, yang jelas... hidup bukan hanya tentang jatuh cinta dan patah hati. Yang lebih penting adalah... kamu harus mencari tahu apa yang sebenarnya ingin kamu lakukan dengan hidup kamu. Sekarang kamu dua puluh tahun, perjalanan kamu masih panjang.”
Tapi, hal-hal yang logis, begitu sulit dilakukan begitu berhubungan dengan perasaan.
“Aku tahu kejadian di kantor kepala admin,” celetuk Leon tiba-tiba setelah Sabine benar-benar diam, menatap kosong keluar jendela di mana hujan masih mengguyur deras pemandangan yang bisa terlihat dari sini.
“Chief HR memberitahu kamu?” tanya Sabine, ia tidak terlalu heran.
“Ya, itu... agak mengejutkan,” jawab Leon mengangguk-angguk.
“Kenapa kamu kaget? Aku sudah sering dimarahi sebelumnya karena aku memang lalai...,” katanya dengan murung.
Leon tidak bisa memungkiri bahwa kesalahan yang selalu dibuat Sabine disebabkan kurang fokus. Terlalu banyak beban pikiran dan beban mental yang ia pikul sehingga ia tidak bisa mengerjakan sesuatu dengan benar. Tentu. Kalau ia menjadi gadis itu, ia juga pasti tidak akan bisa bekerja dengan tenang dan nyaman.
Tapi, Leon kaget bukan karena itu. Tapi, karena tiba-tiba Chief HR memintanya untuk membuat memo ke manajer HRD supaya kepala admin dievaluasi. Biasanya Kellan tidak peduli karena dia tidak diperbolehkan ikut campur atas sesuatu yang menjadi urusan Harish.
Bersikaplah seolah kamu tidak melihatnya. Sebuah perintah mutlak dari Harish pada pada saat ia baru saja bertugas sebagai asisten Chief HR. Satu pekerjaan yang terkesan seperti main-main: menangguhkan pengunduran diri seorang karyawan untuk alasan yang sebenarnya melanggar aturan perusahaan dan ketenagakerjaan. Kellan benar-benar kesal karena ia seorang profesional; tapi perintah Harish membuatnya seperti ketua ospek mahasiswa baru.
Tapi, itu bukan sesuatu yang bisa ia ungkapkan pada Sabine. Sudah tugasnya sebagai asisten menutup mulut untuk hal-hal yang sensitif tentang atasannya. Ia menjaga banyak rahasia eksekutif sampai detik ini. Namun hanya hal ini yang membuatnya benar-benar tidak mengerti dengan tabiat seorang old money seperti Harish.
“Aku tahu apa yang kamu pikirkan,” kata Sabine tiba-tiba lalu tersenyum getir. “Aku pernah mengatakannya langsung pada Chief HR kalau aku... seperti seseorang yang digantung telanjang di depan umum sebagai peringatan keras.”
Leon tercenung. Betapa menyakitkannya kata-kata itu; terlebih Sabine yang mengucapkannya sendiri. Raut wajahnya yang hampa sekaligus sedih. Leon sedikit memahami Kellan yang telinganya langsung panas begitu ia mendengar seorang kepala bagian –yang seorang wanita, mengatakan hal-hal tidak pantas kepada seorang bawahan yang juga seorang wanita untuk kesalahan kecil. Barangkali dia juga berpikiran bahwa seharusnya sesama wanita saling mendukung, bukan menjatuhkan. Sedikit yang ia tahu tentang bosnya yang misterius itu adalah walaupun dingin, Kellan sangat menghargai perempuan. Kellan sangat dekat dengan ibunya dan dibesarkan dalam keluarga harmonis; tidak seperti Harish yang seluruh anggota keluarganya memiliki tabiat mengerikan.
“Aku... akan terus hidup dengan hal-hal memalukan seperti itu selama sisa hidupku sekali pun kemudian aku berhenti dari sini, atau bahkan meninggalkan kota ini...,” sambungnya. “Tapi... apa yang bisa aku lakukan?”
Leon tersenyum. “Aku tahu kamu mengalami banyak kesulitan tapi... percayalah, bahwa kali ini kamu tidak sendirian,” ujarnya.
“Terima kasih...” ucap Sabine kemudian sambil mengangguk-angguk. “Aku tidak pernah merasa lebih baik dari ini.”
“Apa yang kalian lakukan di sini?” tegur seseorang yang mengacaukan obrolan menyedihkan itu.
Sabine terkesiap karena ia sangat akrab dengan suara itu; sedangkan Leon tampak cukup tegang menemukan Harish yang entah mengapa harus turun ke sini; kantornya berada di atas dan terlebih ini bukan lagi jam kerja.
Waah thanks kak udah mau nyediain blog cerita gratis ๐ญ sekarang udah jarang banget lhoo btw aku salah satu readers kaka di wp ❤️❤️