๐ Webnovel Anti Drama Platform ๐ Buat kamu yang bosan dengan chapter berbayar, kamu bisa temukan dan BACA novel dewasa romantis Bahasa Indonesia secara ONLINE hanya di sini. Cerita baru sudah tersedia. Chapternya lengkap, GRATIS, tanpa download aplikasi, tanpa log in, tanpa koin, tanpa langganan premium, dan update tiap hari๐ฅณ
Ch. 64 - Blood and Bargain
Lebih tinggi, lebih tegap, lebih dewasa, dan wajahnya membawa kesan percaya diri yang membuat Sandrine tersentak, meski ia mencoba menahan reaksi.
Namun ketika ia menoleh ke Trias, ekspresi pria itu tetap datar, maskulin dengan garis wajah tegas yang nyaris tak berubah oleh suasana pagi.
Tidak ada senyum lebar atau rasa lega-padahal menurut Sandrine, menemukan anak yang hilang seharusnya membuat Trias menampilkan sedikit kegembiraan. Ia mengernyit, heran dengan ketenangan itu, mencoba menebak apa yang disembunyikan di balik tatapan ayah yang selalu sulit ditebak ini.
Trias menatapnya sebentar, lalu bertanya singkat, "Apalagi yang dikatakan perempuan itu?"
Sandrine menelan napas, merasakan sedikit berat di dadanya. Kata-kata harus disusun dengan hati-hati. "Hannah Sawyer menunggu kita menghubungi kembali, Pak."
Trias tersenyum tipis, hampir sinis, lalu menggeleng pelan. Terasa sedikit ganjil.
"Hannah Sawyer... warna aslinya keluar juga," gumamnya pelan, suaranya rendah tapi penuh arti.
Sandrine menatapnya, ragu. "Maksud Bapak?"
Trias menarik napas panjang, menunduk sebentar seolah menimbang beban yang tak terlihat.
Sandrine memperhatikan kerutan tipis di dahinya, tangan yang mengepal sesaat di atas meja, dan garis rahang yang tegang.
Semua itu memberi pemahaman: apa yang dikatakan Sabian semalam benar.
Trias sudah tahu di mana Axel berada, tapi ia menahan diri untuk bertindak terburu-buru.
"Putraku sangat tergila-gila pada wanita itu."
Sandrine mengernyit, mencoba menyusun potongan informasi yang Trias berikan. Sebagai sekretaris berpengalaman, ia tahu gaya bosnya: Trias tidak perlu menjelaskan panjang lebar, setiap kata sudah dipilih untuk memberi strategi tersirat. Ia menangkap maksudnya jelas-Axel akan dipulangkan hanya ketika waktunya tepat.
Trias menatap keluar jendela kaca sejenak, sinar matahari pagi menyapu wajahnya.
"Aku pikir... mungkin perempuan itu tidak peduli tentang uang dan anak ini... mungkin bisa menjadi manusia."
Sandrine mengangguk pelan di dalam hati. Trias sengaja tidak memaksa Axel kembali; memaksanya bisa memicu pemberontakan yang lebih besar. Ia bisa membaca strategi Trias tanpa kata panjang: lebih baik Axel bebas tapi dewasa daripada dipaksa dan malah berperilaku liar.
Trias memutar map di tangannya, menatap Sandrine. "Hannah tidak tahu siapa Axel sebenarnya. Tapi sepertinya sekarang dia sudah tahu bahwa dia bisa mendapatkan uang."
Sandrine mengangguk lagi, menyadari perspektif Trias. Ia memperhatikan cara bosnya menilai, mengamati, dan menimbang setiap langkah lawan.
"Sebelumnya dia meminta seratus lima puluh ribu dollar pada Kellan untuk menebus sebuah peternakan."
Trias menunduk, menatap Sandrine sebentar. Aura ketenangan bercampur penasaran tetap terasa, tetapi Sandrine tahu itu sengaja. Trias ingin mengamati, menilai maksud Hannah tanpa tergesa-gesa.
Sandrine menatapnya dengan kagum. Setiap kata yang keluar terasa lengkap, seperti jaring strategi yang rapi, membentang dari Amerika hingga kantor ini, tanpa Trias perlu menjelaskan panjang lebar.
Trias akhirnya mengangkat kepala, menatap Sandrine. "Kamu mengerti maksudku?"
Sandrine menunduk sebentar, menyusun kata-kata dalam pikirannya. "Ya, Pak. Saya mengerti."
Senyum tipis muncul di wajah Trias. Hanya ketenangan seorang ayah yang mengamati, mengetahui, dan membiarkan waktu mengungkap segalanya.
Trias menatap Sandrine sebentar lagi, lalu berkata singkat dan tegas:
"Hubungi dia lagi. Tanyakan padanya berapa banyak yang dia inginkan."
Sandrine menunduk, mengangkat handphone, dan menekan tombol panggil. Ia menyalakan loudspeaker, menatap Trias.
Tidak butuh waktu lama, Hannah mengangkat telepon. Seketika Sandrine menangkap maksud Tria, ia tahu apa yang diinginkan bosnya tanpa penjelasan panjang.
"Halo, Ms. Sawyer. Aku Sandrine. Aku akan bicara atas nama Mr. Tjaraka," kata Sandrine dengan nada formal dan tegas.
"Tidak. Aku ingin bicara langsung dengannya," suara Hannah terdengar gugup tapi tegas, ada getaran yang sulit disembunyikan.
"Maafkan aku, Ms. Sawyer. Tapi tugas ini sudah diserahkan kepadaku," jawab Sandrine tetap tenang.
"A... apa?" Hannah terdengar ragu, suaranya serak, seperti menahan tangis.
"Ms. Sawyer, katakan di mana Axel Dmitry Tjaraka berada sekarang," Sandrine menegaskan, suaranya mantap. "Mr. Tjaraka akan memberikan harga yang pantas untuk informasi yang Anda berikan."
Hening. Napas Hannah terdengar berat, bergetar, seperti orang yang benar-benar putus asa.
Sandrine menatap Trias sekilas-dia tahu, hanya dengan mendengar nada itu, Trias bisa membaca kepanikan dan keseriusan Hannah.
"Katakan saja berapa yang Anda inginkan, Ms. Sawyer," Sandrine menambahkan, menahan detak jantungnya sendiri. "Sebutkan jumlah berapapun."
Masih diam. Suara Hannah bergetar lebih jelas, berat setiap suku kata yang keluar dari mulutnya.
"Baiklah. Jika kamu tidak menjawab, aku akan membatalkan ini."
"Satu juta dolar!!" suara Hannah pecah, hampir terdengar menangis, jelas dia tidak bercanda.
Trias tersenyum kecil, tertawa pelan di belakang Sandrine. Ada kepuasan di matanya, firasatnya benar.
"Baik. Kami akan membayarmu dalam bentuk cash setelah Axel dijemput. Untuk saat ini, kirimkan lokasinya. Kami akan tiba di sana paling lambat besok."
"B-b-baik," suara Hannah terdengar gemetar hebat, hampir tercekik.
Sandrine menunduk sejenak, menatap Trias. Ia kagum pada intuisi bosnya; dengan kalimat singkat dan ketenangan, Trias berhasil menangkap seluruh maksud lawan bicara, termasuk rasa takut, cemas, dan putus asa yang tersembunyi di balik suara Hannah.
"Beritahu Hadi untuk menyiapkan uangnya," perintah Trias singkat.
"Baik, Pak," jawab Sandrine cepat, menahan ketegangan.
Trias berdiri dari kursinya, tangan di belakang punggung, sosoknya tegap di bawah cahaya pagi. "Tunda semua rapat selama tiga hari. Aku harus menjemput anak nakal itu dulu."
Sandrine menelan ludah, jantungnya berdebar. Bayangan Axel akan segera kembali menghantui pikirannya. Ia sadar, kehadiran Axel nanti akan mengubah segalanya.
Badai itu telah datang.
setelah 17 chapter yg aku baca, akhirnya Harish nyerah jg, tp thor, aku ngerasa penjiwaan sosok Harish masih dangkal, aku belum bisa ngerasain penderitaannya Harish kehilangan Sabina, (apa aku yg mati rasa atau memang usahanya Harish gak sepadan sama penderitaannya Sabina?)
Tapi aku ttep nunggu lanjutannya, semangat ya thor,
aku pikir sifatnya yang seperti itu manusiawi atau real. dari Evil Boss memang Harrish itu sosok yang nyebelin dan ngeselin. penderitaannya belum cukup cuman pas aku nnulis nya kalau seandainya dia dibikin begitu menderita bakal terkesan kalau dia itu cengeng (aku ingin menjaga realitas karakter-karakterku dengan ngikutin dulu alurnya) lagian chapternya masih panjang dan aku memang belum posting semuanya (gara2 mood naik turun dan bawaan malas yang luar biasa 3 bulan belakangan) aku janji pembaca bakal senang ngelihat penderitaan Harrish di chapter-chapter selanjutnya (bahkan chapter2 itu sudah ada sebelum aku dapat komentar bagus seperti ini) jadi sabar ya sampai aku posting sampai tamat. hehhehe. btw, thanks for being a loyal readers....